“NGEUYEUK SEUREUH” : UPACARA PRA-NIKAH DI MASYARAKAT SUNDA.
“NGEUYEUK SEUREUH” : UPACARA PRA-NIKAH DI MASYARAKAT SUNDA.
Oleh: Fani Perdana
Dalam setiap pernikahan pasti memiliki ritualnya masing-masing di Indonesia. Walaupun calon mempelai pengantin berasal dari agama Islam, Kristen, atau agama samawi yang lain, bila keluarga kedua mempelai adalah berasal dari sunda. Maka, pasti mengadakan ritual “Ngeuyeuk Seureuh”. Sebelum membahas lebih jauh tentang “Ngeuyeuk Seureuh”. Kita harus mengetahui apa itu “Ngeuyeuk Seureuh”. Ritual ini adalah salah satu dari rangkaian upacara pernikahan dalam adat sunda. Berupa upacara dimana keluarga inti yang akan menikahkan anak mereka berkumpul di rumah mempelai wanita (biasanya di ruang tengah) rumahnya dan di siapkan kain tenun atau dengan kain sarung yang belum dijahit. Tata cara “Ngeuyeuk Seureuh” antara lain di sediakan dedaunan Berupa daun sirih, gambir yang lebih banyak. Lalu orang yang biasa menata daun sirih dan gambir itu biasanya orang yang di tuakan, atau pula nenek-nenek yang dikenal baik, serta menegetahui adat. Tidak lupa menyalakan pelita dengan sumbu berjumlah tujuh(7) buah. Pelita tersebut tetap dinyalakan walaupun waktu pelaksanaan “Ngeuyeuk Seureuh” dilakukan pada siang hari. Selain daun sirih dan gambir tadi, disediakan pula: beras, uang, serta telur. Yang disimpan dalam wadah berbahan dasar tanah liat. Dari semua bahan tadi daun sirih dan gambir di ikat dengan beras, uang, dan telur lalu dimasukan kedalam wadah yang terbuat dari tanah liat lalu ditutup oleh kain tenun.
Dalam pelaksanaan ritual “Ngeuyeuk Seureuh” antara lain ialah. Mempelai pengantin wanita mengambil salah satu benda dari dalam wadah yang ditutupi tersebut. Orang sunda percaya bila mana sang pengantin wanita mendapat uang. Maka, nantinya keluarga mereka diyakini akan kaya atau kecukupan dalam finasial. Dan bila sang mempalai wanita mendapat beras yang di bungkus oleh daun sirih dan gambir. Maka, dipercaya akan berkecukupan dalam segi pangan. Serta, jika sang mempelai wanita mendapat telur. Maka, keluarga mereka akan memiliki kesuburan yang baik.
Tidak dapat terelakan lagi bahwa ritual “Ngeuyeuk Seureuh” merupaka tradisi kebudayan masyarakat sunda dalam rangkaian upacara pernikahan. Dalam persoalaan ritus pra-nikah masyarakat sunda dewasa ini sudah mulai ditinggalkan. Namun, bagi masyarakat sunda yang tetap memegang teguh dengan tradisi. “Ngeuyeuk Seureuh” adalah ritus penting dalam rangkaian proses upacara pernikahan adat sunda. Dan disini penulis ingin menganalisis peroses “Ngeuyeuk Seureuh” dengan pendekatan Antropoligi-Simbolik.
Pertama-tama penulisa akan menjelaskan tentang antropologi-simbolikterlebih dahulu. Teori antropologi-simbolik yang penulis gunakan adalah gagasan dari Victor Turner, seorang antropolog terkemuka di Inggris. Yang mengemukakan antropologi-simbolik antara lain manusia pada dasarnya dipaksa untuk berulang kali membangun kehidupan social melawan kekuatan alam yang terus-menerus mengancam. Dalam antropologi-simbolik milik Turner mempunyai dua (2) instrument penting dalam kaidahnya, yaitu; 1. Simbol Instrumental, dan 2. Simbol Dominan. Simbil instrumental ialah objek dan tindakan ritual yang dilaksanakan dengan sangat kompleks. “Sarana untuk Tujuan” dari ritual tertentu. Sedangkan Simbol dominan sendiri memiliki satuan pengkat yang lebih luas. Serta memiliki peran yang multivokaldan hadir dalam berbagai ritual adat dan digunakan dalam berbagai makna. Saat ini penulis mencoba menganalisis ritus “Ngeuyeuk Seureuh” dengan pendekatan antropologi-simbolis. Seperti yang telah diuraikan diatas. Bahwa masyarakat sunda yang memiliki keteguhan sundanya dalam prosesi upacara pernikahan pasti mengadakan ritual “Ngeuyeuk Seureuh” . Simbol Instrumental dalam ritual “Ngeyeuk Seureuh” ialah proses dimana saat mempelai wanita mengambil salah satu benda di dalam wadah yang ditutupi kain tenun tersebut. Dan bila mana mempelai wanita mendapat uang yang diikat dengan daun gambir dan sirih makan keluarga yang menikahkan anaknya serta kedua calom mempelai pengantin mengharapkan nanti keluarga mereka kaya atau berkecukupan dalam segi finansial.
Simbol Dominan yang ada dalam seluruh rangkaian pernikahan dalam adat sunda ialah daun sirih. Menurut hemat penulis. Daun sirih bagi masyarakat sunda adalah lambang dari keharmonisan dan lambang untuk menyambut tamu, dalam hal ini kedua keluarga yang akan di persatukan oleh tali pernikahan. Dalam hal ini masyarakat sunda memiliki integrasi dan koherensi yang harus di jaga secara paksa sehubungan dengan kecenderungan memelihara tali kekeluargaan dalam masyarakat sunda.
Bagi penulis bahwa ritual “Ngeuyeuk Seureuh” dalam masyarakat sunda sangat penting karena dalam mengadakan “Ngeuyeuk Seureuh” kedua keluarga besan dipertemukan sesaat sebelum upacara pernikahan diadakan dan dalam prosesi “Ngeuyeuk Seureuh” ini kedua keluarga harus dapat bersinergi dalam prosesi “Ngeuyeuk Seureuh” agar berjalan dengan lancer. Dan nantinya kedua keluarga yang dipersatukan dalam tali pernikahan dapat bersatu dan hidup rukun kedepannya.
Dan dalam kehidupan masyarakat sunda menaat norma kebudayaan sunda sangat lah penting. Karena masyarakat sunda sendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari pun bias dibilang sangat berpegang teguh dengan ke-sunda-annya.
Dalam mendapatkan sumber penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan merujuk pada buku “Adat Istiadat Sunda” karya H. Hasan Mustofa yang di terjemahkan oleh M. Maryati Sastrawijaya serta melakukan dengan tokoh masyarakat sunda yang bertempat tinggal di dekat rumah penulis yang bernama Arief Ahmmad. Dan dalam menggunakan analisis teorinya penulis merujuk pada buku “Sejarah Teori Antropologi Penjelasan Komperhensif” karya Paul A Erikson,dan Liam D Murphy. Dan teori yang digunakan adalah teori Antropologi-Simbolik milik Victor Turner.
DAFTAR PUSTAKA
- Adat Istiadat Sunda. Mustafa Hasan, Sastrawijaya M. Maryati. 2010. Alumni. Bandung.
- Sejarah Teori Antropologi Penjelasan Komperhensif cet ke-5. Erikson Paul A, Murphy Liam D. 2018. Prenada Media. Jakarta.
Komentar
Posting Komentar